Museum Tekstil
tampak depan |
malam hari |
Gedungnya sendiri
pada mulanya adalah rumah pribadi seorang warga negara Perancis yang dibangun pada abad ke-19.
Kemudian dibeli oleh konsul Turki bernama Abdul Azis Almussawi Al Katiri yang
menetap di Indonesia.
Selanjutnya tahun 1942 dijual kepada Dr.
Karel Christian Cruq.
Di masa perjuangan
kemerdekaan Indonesia, gedung ini menjadi markas Barisan Keamanan
Rakyat (BKR) dan tahun 1947 didiami oleh Lie
Sion Pin. Pada tahun 1952 dibeli olehDepartemen Sosial dan pada tanggal 25 Oktober 1975 diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta yang untuk kemudian pada tanggal 28 Juni 1976 diresmikan penggunaannya oleh IbuTien Soeharto sebagai Museum
Tekstil.
Museum bahari
Museum
Bahari adalah museum yang menyimpan
koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia
dari Sabang hingga Merauke yang berlokasi di
seberang Pelabuhan Sunda Kelapa. Museum adalah
salah satu dari delapan museum yang berada di bawah pengawasan dari Dinas
Kebudayaan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta..
tampak dari jauh museum |
pintu masuk museum |
ruang sejarah museum bahari |
Pada masa pendudukan Belanda bangunan
ini dulunya adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan mengepak
hasil bumi, seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama VOC yang
sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan yang berdiri persis di
samping muara Ci Liwung ini memiliki dua sisi, sisi barat
dikenal dengan sebutanWestzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara
bertahap mulai tahun1652-1771) dan sisi timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur. Gudang barat
terdiri dari empat unit bangunan, dan tiga unit di antaranya yang sekarang
digunakan sebagai Museum Bahari. Gedung ini awalnya digunakan untuk menyimpan
barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh,
tembaga, timah, dan tekstil.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung-gedung ini dipakai sebagai
tempat menyimpan barang logistik tentara Jepang. Setelah Indonesia Merdeka,
bangunan ini dipakai oleh PLNdan PTT untuk
gudang. Tahun 1976, bangunan cagar budaya ini dipugar
kembali, dan kemudian pada 7 Juli 1977 diresmikan
sebagai Museum Bahari.
Koleksi-koleksi yang
disimpan terdiri atas berbagai jenis perahu tradisional dengan aneka bentuk,
gaya dan ragam hias, hingga kapal zaman VOC. Selain itu ada pula berbagai model
dan miniatur kapal modern dan perlengkapan penunjang kegiatan pelayaran. Juga
peralatan yang digunakan oleh pelaut di masa lalu seperti alat navigasi,
jangkar, teropong, model mercusuar dan meriam.
Museum Bahari juga menampilkan koleksi biota laut,
data-data jenis dan sebaran ikan di perairan Indonesia dan aneka perlengkapan
serta cerita dan lagu tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga
menampilkan matra TNI AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust,
tokoh-tokoh maritim Nusantara serta perjalanan kapal KPM Batavia - Amsterdam.
Sumber Wikipedia
ensiklopedia bebas
>>> Museum Jakarta
Museum Nasional berawal dari pendirian suatu himpunanBataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG), oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 24 April
1778. Pada masa itu di Eropa tengah terjadi revolusi intelektual (the Age of Enlightenment) yang ditandai perkembangan pemikiran-pemikiran
ilmiah dan ilmu pengetahuan. Pada 1752 di Haarlem, Belanda berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen(Perkumpulan Ilmiah Belanda). Hal ini mendorong
orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untuk mendirikan organisasi sejenis.
BG merupakan lembaga independen, untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi, dan sejarah. Selain itu BG menerbitkan berbagai hasil penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan "Ten Nutte van het Algemeen" (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).
Salah seorang pendiri lembaga ini, JCM Radermacher, menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota. Dia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.
BG merupakan lembaga independen, untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi, dan sejarah. Selain itu BG menerbitkan berbagai hasil penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan "Ten Nutte van het Algemeen" (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).
Salah seorang pendiri lembaga ini, JCM Radermacher, menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota. Dia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.
tampak museum setelah Renovasi |
Jumlah koleksi milik BG terus neningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung koleksinya. Pada 1862 pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dulu disebut Koningsplein West). Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau "Sekolah Tinggi Hukum" (pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, sekarang Kementerian Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini dibuka untuk umum pada 1868.
Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya "Gedung Gajah" atau "Museum Gajah" karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada 1871. Kadang kala disebut juga "Gedung Arca" karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode sejarah.
Pada 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar "koninklijk" karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (KBG). Pada 26 Januari 1950 KBGdiubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: "memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya".
Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.
Kini Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Museum Nasional mempunyai visi yang mengacu kepada visi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yaitu "Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antarbangsa".
Alamat
Jalan Medan Merdeka Barat 12, Jakarta 10110
Telepon +62 21 386-8172
Jam Buka
Selasa - Kamis
|
08.30 - 14.30
|
Jumat
|
08.30 - 11.30
|
Sabtu
|
08.30 - 13.30
|
Minggu
|
08.30 - 14.30
|
Senin & Hari Libur Nasional
|
Tutup
|
Karcis Masuk
Dewasa
|
Rp 5000 (Perorangan)
Rp 3000 (Rombongan) |
Anak-anak
|
Rp 2000 (Perorangan)
Rp 1000 (Rombongan) |
Turis
|
Rp 10.000
|
Monumen Nasional
monas pagi hari |
monas senja hari |
monas di malam hari |
Monas mulai dibangun pada bulan Agustus
1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu
Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961,
Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak
tanggal 12 Juli 1975.
Sedangkan
wilayah taman hutan kota di sekitar Monas dahulu dikenal dengan nama Lapangan
Gambir. Kemudian sempat berubah nama beberapa kali menjadi Lapangan Ikada,
Lapangan Merdeka, Lapangan Monas dan kemudian menjadi Taman Monas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar